Sunday, July 29, 2012

Alat kelamin pria hilang dicuri saat tidur

 Liputan6.com, Beijing: Alat kelamin pria asal Cina ini hilang dicuri saat tidur. Fei Lin yang berasal dari Desa Niqiao yang terletak berdekatan dengan Wenling City mengatakan, sekelompok pencuri memasuki kamar tidurnya dan menutupi kepalanya dengan tas sebelum memotong alat kelaminnya.
 "Para pencuri meletakkan sesuatu di atas kepalaku dan menarik celana saya dan kemudian mereka kabur. Saya sangat terkejut ketika saya tidak dapat merasakan apapun. Kemudian saya melihat darah dan kelamin saya hilang," tutur Lin sedih.
 


Meski Lin tak mengakui dirinya memiliki masalah dengan rekan wanitanya, namun pihak kepolisian menduga bahwa insiden hilangnya kelamin Lin akibat masalah tersebut. Mereka memperkirakan pria berusia 41 tahun itu tak bertanggung jawab, dengan rekan wanita yang pernah diajaknya tidur.

Laman Digital Spy melansir sejauh ini pihak kepolisian dan layanan darurat sedang berusaha untuk menemukan kelamin Lin yang hilang. Sementara penyelidikan pun sedang berlangsung, guna menemukan motif dan pelaku aksi nekat tersebut. Sumber

Posted by: Pak WARTA BILA TAHU, Updated at: 12:10 PM

Washington sibuk mengorbankan darah dan dana untuk perang melawan terorisme

REPUBLIKA.CO.ID, Seorang analis Amerika menyebutkan, ketika Washington sibuk mengorbankan darah dan dana untuk sesuatu yang disebutkan perang melawan terorisme, AS justru menghadapi masalah dari dalam negerinya sendiri akibat kejahatan senjata dan perlindungan kesehatan yang tak memadai.

''Penembakan di Aurora adalah indikasi sakitnya negara ini akibat pelanggaran senjata dan kekerasan. Tragedi ini juga mengungkap hal lain yaitu penyangkalan nasional yang berujung pada ancaman untuk kita semua,'' ujar Michael Cohen, analis politik Amerika, di situs The Guardian.

Menurut dia, kelompok liberal dan konservatif AS terus saja berselisih di urusan politik sementara aturan soal pengendalian senjata yang tak terkendali justru seperti jalan di tempat. ''Sekarang bayangkan jika skenario yang muncul beda. Bayangkan jika si pelaku adalah orang yang terlatih dan berasal dari Pakistan atau Yaman. Bagaimana reaksi terhadap kejadian ini? Sepertinya tak sulit untuk dibayangkan,'' kata Cohen.

Cohen juga mengingatkan bahwa sebagian besar warga AS meninggal dengan satu dari empat penyebab ini di antaranya sakit jantung, kanker, diabetes, dan penyakit paru kronis. Tiap penyakit ini dipicu oleh sejumlah faktor seperti merokok, diet, kurang aktivitas fisik, dan alkohol.


Dia melanjutkan, situasi ini adalah akibat dari kegagalan bukan hanya dari para pemimpin politik tetapi juga kegagalan sistem politik. ''Namun, apa pun alasannya, hasilnya sama karena seperti diungkap pula oleh calon presiden Mitt Romney, satu negara yang menganggap dirinya kekuatan terbesar di dunia namun faktanya mereka membusuk dari dalam karena tak mampu mengatasi penyakit dari dalam tubuhnya sendiri,'' papar Cohen. Sumber

Posted by: Pak WARTA BILA TAHU, Updated at: 4:46 AM

Saturday, July 28, 2012

Mummi Perawan INCA

Oleh Joseph Castro, LiveScience Contributor | LiveScience.com

Perawan Inca berusia 15 tahun yang dikorbankan 500 tahun lalu ternyata memendam rahasia. Remaja itu sedang menderita infeksi bakteri paru-paru pada saat kematiannya. Hal ini berdasarkan laporan para ilmuwan Rabu (25/7).

Para peneliti sudah menganalisis protein selaput, dan bukan DNA, dari si Perawan dan mumi Inca remaja lain yang meninggal di saat bersamaan.

Dalam dekade terakhir, teknik DNA memang terbukti berguna untuk memecah misteri-misteri kuno seperti bagaimana Raja Tut mati. Tetapi teknik ini masih memiliki kekurangan, misalnya menemukan bukti bahwa parasit yang menyebabkan malaria di sistem tubuh Raja Tut bukan berarti si Raja Mesir ini menderita gejala-gejala malaria. Lingkungan sekitar juga dapat merusak sampel DNA jika para peneliti tidak hati-hati.


Di sisi lain, menganalisis sampel protein, yang bisa lebih terlindung dari pencemaran lingkungan, memunculkan perangkat informasi yang berbeda. "Sebagai ekspresi DNA, protein menunjukkan apa yang dihasilkan tubuh pada saat individual diambil sampelnya, atau dalam kasus kami, pada saat kematian," kata peneliti kasus ini Angelique Corthals, antropolog forensik di City University of New York kepada LiveScience. Secara khusus, protein bisa memberi informasi apakah sistem kekebalan tubuh sedang aktif untuk melawan penyakit.


Mumi-mumi Llullaillaco
Dalam studi mereka, Corthals and kolega-koleganya mengambil sapuan mulut dari dari dua mumi Inca Andes, seorang anak laki-laki usia 7 tahun dan "si Perawan", dan sampel dari jubah si anak laki-laki yang berdarah. Dua mumi belia ini ditemukan pada 1999 dan awalnya terkubur di puncak gunung api Argentina Llullaillaco, dengan ketinggian 6739 meter di atas permukaan laut, setelah dikorbankan untuk ritual persembahan.

Riset-riset lalu menemukan bahwa anak laki-laki dan gadis muda ini digemukkan dulu sebelum persembahan. Makanan yang mereka makan adalah diet khas petani berupa kentang dan berbagai sayur-sayuran, lalu setahun sebelum persembahan mereka mulai diberi makanan elite seperti daging llama kering dan tepung jagung.

Setelah dipersembahkan, suhu yang membeku secara alami mengawetkan lemak di tubuh mereka.

"Yang saya ingin lihat adalah dari mana asal darah yang ada di pakaian mumi dan bibir mereka," kata Corthals. "Tapi ternyata kami menemukan lebih banyak jawaban dari yang kami perkirakan sebelumnya."

Arkeolog juga menemukan mumi ketiga, gadis usia 6 tahun, bersama dengan dua mumi di atas. Mumi ini tampaknya tersambar petir, sehingga sampelnya mungkin terkontaminasi. Oleh karena itu, Corthals dan timnya tidak mengambil sampel dari mumi ketiga ini.

Infeksi paru-paru ditemukan
Para peneliti menggunakan teknik yang mereka sebut 'shotgun proteomic'. Mereka menaruh sampel ke sebuah alat beranama spectrometer massa, yang kemudian memecah sampel protein tersebut ke beberapa bagian rantai asam amino. Sebuah perangkat lunak kemudian membandingkan bagian-bagian ini dengan protein manusia yang sudah ada untuk menentukan, apa saja protein yang ada di sampel. "Anda tidak bisa menggunakan teknik ini untuk organisme yang tidak kita miliki genomnya secara lengkap," kata Corthals.

Mereka menemukan bahwa profil Si Perawan cocok dengan pasien pengidap infeksi pernapasan kronis. X-ray yang kemudian diambil dari paru-parunya juga menunjukkan infeksi paru-paru. Untuk mengetahui apakah Si Perawan memiliki sesuatu dalam tubuhnya yang mengandung infeksi, para peneliti mengubah analisis DNA dan menemukan bukti bakteri dari genus Mycobacterium, yang biasanya menyebabkan infeksi trakhea pernapasan bagian atas dan tuberculosis.

Model statistik menemukan bahwa bacterium tersebut jatuh pada kelompok penyebab TB, meski spesiesnya belum diketahui, mungkin karena DNA-nya belum diurutkan.

Sementara si anak laki-laki Llullaillaco tidak memiliki penyakit atau bakteri patogen.

Riset ini menunjukkan bahwa 'shotgun proteomic' memiliki peran penting dalam menentukan penyakit atau kematian dalam kasus arkeologi, medis, atau kriminal. Menurut Corthal, metode ini juga mungkin bisa digunakan untuk menentukan bakteri patogen mana yang menjadi pembunuh utama saat beberapa infeksi terjadi bersamaan.

Kini Corthals ingin mengetahui apakah teknik ini dapat digunakan pada sampel-sampel yang tidak terjaga dengan baik, seperti materi tengkorak atau mumi Mesir.

Berikutnya, teknik pengenalan protein ini akan digunakan di luar bidang arkeologi. "Saya rasa penggunaan terbesarnya akan terjadi di bidang ilmu forensik kriminal," kata Corthals.Sumber

Posted by: Pak WARTA BILA TAHU, Updated at: 11:26 PM
Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More